Ansyar Hafid mengarahkan stafnya saat mengerjakan proyek dari klien.
Ansyar sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online.
Bisnis besar tak harus dimulai dari kantor besar. Kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang mengendalikan segala aktivitas bisnis hanya dengan berselancar di dunia maya.
Ansyar Hafid,Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010, merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang meneguk manisnya perkembangan teknologi informasi. Bermodal satu unit komputer dan koneksi internet,pria kelahiran Polewali, Sulawesi Barat ini sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online. “Tidak butuh kantor, cuma satu ruangan saja kita sudah bisa menangani klien yang besar- besar,” ungkap Ansyar kepada SINDObelum lama ini.
Ditemui di ruang kerjanya yang hanya berukuran 4x5 meter, Ansyar menceritakan awal mula ia terjun di dunia usaha jasa desain grafis dan media digital. Saat itu, pada 2002,alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini merantau di Jakarta dan tinggal di rumah paman di kawasan Kemang,Jakarta Selatan. Suatu hari perkenalan dengan salah seorang sahabat sang paman membuka wawasan Ansyar tentang peluang bisnis online yang cukup menjanjikan.
“ Orang itu bilang,dia kerja di rumahnya sambil cari klien lewat internet. Saya jadi tertarik dan penasaran, memangnya bisa ya?” kenangnya tentang pertemuan pertama dengan orang yang telah mengubah hidupnya itu. Karena penasaran, Ansyar bolak-balik ke warung internet (warnet) untuk menggali informasi terkait peluang kerja onlinemelalui internet.Ia pun lantas mendaftar ke salah satu situs outsourcing bernama scriptlance. com. Situs milik R3N3 International Inc. itu merupakan semacam mediator antara pemilik proyek (disebut buyer) dan orang-orang yang berminat mengerjakan proyek tersebut (freelancer atau programmer).
Para freelancerumumnya orangorang yang memiliki keahlian di bidang desain dan pemprograman komputer. Proyek yang ditawarkan di situs kerja online tersebut bisa mencapai ratusan dan sangat beragam jenisnya.Antara lain membangun dan memperbaiki website, membuat aplikasi, input data, menulis, serta membuat brosur dan logo. Namun, lantaran anggotanya mencapai ribuan, para freelancer harus berkompetisi untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Demi menggaet buyer, ungkap Ansyar, para freelancer harus bisa “menjual diri”.
Caranya dengan membuat proposal yang menarik atau menampilkan portofolio yang mampu meyakinkan calon buyer terhadap kemampuan si freelancer untuk menggarap proyeknya. Selain itu, freelancer yang mau dibayar paling murah biasanya juga banyak dipilih. “Waktu itu saya baru mendapatkan klien setelah tiga bulan bergabung di scriptlance. Memang harus gigih sekaligus sabar,”ucapnya. Beberapa proyek dari klien asing sempat digarap Ansyar selama hampir tiga tahun bergabung di scriptlance. Pria kelahiran 1978 ini juga harus pandai- pandai mengatur waktu lantaran saat itu ia juga bekerja kantoran di sebuah perusahaan multi level marketing (MLM).
Pada 2005,Ansyar mencoba mendaftar di situs outsourcing lainnya bernama Elance.com. Di kalangan para freelancer dunia maya, situs ini sangat populer lantaran menawarkan hingga lebih dari 100 proyek per hari.“Kalau di situs outsourcing sebelumnya, saya hanya dapat klien skala kecil dan eceran, di Elance saya bisa dapat klien yang besar-besar,”bebernya. Lantaran sudah memiliki portofolio karya desain yang memadai, jalan Ansyar menggaet klien di Elance lebih mulus. Ayah satu putri ini masih ingat klien pertama yang ditanganinya adalah American InterContinental University di Florida yang mengorder pembuatan brosur.
Selanjutnya order terus mengalir sampai membuat Ansyar kewalahan. “Tahun 2008 saya masih kerja di MLM dan saya juga mulai kuliah lagi di Fakultas Psikologi UI. Daripada keteteran, saya memutuskan keluar dari MLM,”ucapnya. Di sela-sela kuliah barunya, Ansyar memantapkan diri sebagai pekerja online. Ia terbiasa menggarap klien asing seperti dari Australia, Jepang, Amerika,Arab Saudi,Yunani, dan Kanada.
Dari sekitar 200 klien asing yang pernah ditangani, hanya satu klien yang pernah bertatap muka langsung. Namun,rata-rata klien paham, orang yang mengerjakan proyeknya berada ratusan,bahkan ribuan kilometer jauhnya. “Karena perbedaan waktu, saya seringkali harus bangun tengah malam untuk berkomunikasi dengan klien saya di luar negeri.Kamibiasanya berkomunikasi lewat chatting,”sebutnya. Selain perbedaan waktu, kendala utama yang kerap dihadapi adalah bahasa,terutama klien dengan aksen bahasa Inggris yang sulit dimengerti.
Ansyar menceritakan pengalamannya saat berkomunikasi dengan salah seorang klien asal Karibia. Saat itu si klien yang rupanya tidak suka chatting itu ingin berbicara langsung dengan Ansyar melalui skype. “Dia menuntut kita mesti ngerti dia bicara apa.Padahal, bahasa Inggrisnya semacam aksen Jamaika yang membingungkan. Saya jadi kesulitan menangkap maksud dan keinginan dia. Akhirnya saya buatkan beberapa alternatif desain,lalu saya tunjukkan dan suruh dia memilih. Seperti kalau kita sedang mengajari anak kecil lah. Ha ha ha,” ungkapnya seraya tergelak.
Lebih dari lima tahun bergelut dengan klien asing, Ansyar pun mulai melirik pasar lokal, terutama klien dari instansi pemerintahan. Keseriusan menekuni bisnis ini juga diwujudkan dengan mendirikan perusahaan penyedia jasa desain grafis dan pengembangan website bernama “dotugo” pada 2008. Ide penamaan “dotugo”terinspirasi dari titik (dot). Baginya, sebuah gambar dibentuk dari garis, dan garis itu sendiri terbentuk dari kumpulan titik-titik. “Titik ini saya maknai sebagai ide.Artinya, kami mulai dari titik kecil (dot) dikembangkan menjadi sebuah kenyataan besar (to go).Filosofinya, hal besar bisa berawal dari sebuah ide kecil,”paparnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2009, atas saran sang istri, Ansyar mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Di luar dugaan, ia tembus sebagai salah satu Finalis Nasional WMM 2010. Seperti finalis lainnya, sejak itu Ansyar berkesempatan ikut serta dalam ajang pameran wirausaha yang digelar Bank Mandiri.Selama setahun lebih, ia juga digembleng dengan berbagai pembinaan dan pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Bank Mandiri.
“Dari situ terbuka wawasan saya tentang cara mengelola perusahaan yang baik.Apalagi sebelumnya cara saya menjalankan bisnis ini sangat konvensional sekali,”katanya. Perkembangan lainnya adalahdalamsumberdaya manusia. Ansyar tak lagi sendirian menjalankan bisnisnya.Ia merekrut lima staf,beberapa di antaranya rekan kuliahnya.Jika order proyek membeludak,Ansyar membaginya ke providerlain.
“Sebisa mungkin dibagi supaya tidak terlalu keteteran kalau harus mengambil semuanya. Bagibagi rezeki juga lah,”ucapnya. Walaupun kerap mendapat klien asing yang otomatis membayarnya dengan dolar,Ansyar mengaku omzet perusahaannya belum menyentuh angka Rp1 miliar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah kian banyak freelancer pesaing sehingga bayaran makin rendah. Ia mencontohkan, jika pada 2005 harga pembuatan satu logo sekitar USD500,sekarang bisa anjlok hingga USD50. “Saingan terberat adalah freelancer dari India dan Pakistan.
Mereka berani dibayar murah,” sebut Ansyar. Untuk terus bertahan di tengah persaingan, lanjutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas. Selain itu, Ansyar terus menjaga hubungan baik dengan klien-kliennya misalnya rajin mengirim surat atau kartu ucapan pada momen tertentu. Ia pun tetap percaya diri bahwa kualitas dan daya saing produk desain Indonesia bisa diadu dengan produk luar.Apalagi, dukungan pemerintah terhadap industri kreatif saat ini terus menguat, bahkan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional.
“Supaya lebih terekspos lagi, kita harus membuat produk atau karya apa pun yang menunjukkan karakter sebagai orang Indonesia.Harus ada ciri khas tersendiri, dan saya sendiri juga sedang mencoba,” ungkapnya. Dari semua proyek yang pernah dikerjakan, Ansyar mengaku paling bangga dengan “Hand Book of Indonesia 2010” lantaran desainnya terkait promosi pulau Komodo yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia.
Selain itu, buku tersebut juga diedarkan ke kedutaan-kedutaan asing dan akan diluncurkan juga dalam versi e-book.
Ansyar Hafid mengarahkan stafnya saat mengerjakan proyek dari klien.
Ansyar sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online.
Bisnis besar tak harus dimulai dari kantor besar. Kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang mengendalikan segala aktivitas bisnis hanya dengan berselancar di dunia maya.
Ansyar Hafid,Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010, merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang meneguk manisnya perkembangan teknologi informasi. Bermodal satu unit komputer dan koneksi internet,pria kelahiran Polewali, Sulawesi Barat ini sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online. “Tidak butuh kantor, cuma satu ruangan saja kita sudah bisa menangani klien yang besar- besar,” ungkap Ansyar kepada SINDObelum lama ini.
Ditemui di ruang kerjanya yang hanya berukuran 4x5 meter, Ansyar menceritakan awal mula ia terjun di dunia usaha jasa desain grafis dan media digital. Saat itu, pada 2002,alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini merantau di Jakarta dan tinggal di rumah paman di kawasan Kemang,Jakarta Selatan. Suatu hari perkenalan dengan salah seorang sahabat sang paman membuka wawasan Ansyar tentang peluang bisnis online yang cukup menjanjikan.
“ Orang itu bilang,dia kerja di rumahnya sambil cari klien lewat internet. Saya jadi tertarik dan penasaran, memangnya bisa ya?” kenangnya tentang pertemuan pertama dengan orang yang telah mengubah hidupnya itu. Karena penasaran, Ansyar bolak-balik ke warung internet (warnet) untuk menggali informasi terkait peluang kerja onlinemelalui internet.Ia pun lantas mendaftar ke salah satu situs outsourcing bernama scriptlance. com. Situs milik R3N3 International Inc. itu merupakan semacam mediator antara pemilik proyek (disebut buyer) dan orang-orang yang berminat mengerjakan proyek tersebut (freelancer atau programmer).
Para freelancerumumnya orangorang yang memiliki keahlian di bidang desain dan pemprograman komputer. Proyek yang ditawarkan di situs kerja online tersebut bisa mencapai ratusan dan sangat beragam jenisnya.Antara lain membangun dan memperbaiki website, membuat aplikasi, input data, menulis, serta membuat brosur dan logo. Namun, lantaran anggotanya mencapai ribuan, para freelancer harus berkompetisi untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Demi menggaet buyer, ungkap Ansyar, para freelancer harus bisa “menjual diri”.
Caranya dengan membuat proposal yang menarik atau menampilkan portofolio yang mampu meyakinkan calon buyer terhadap kemampuan si freelancer untuk menggarap proyeknya. Selain itu, freelancer yang mau dibayar paling murah biasanya juga banyak dipilih. “Waktu itu saya baru mendapatkan klien setelah tiga bulan bergabung di scriptlance. Memang harus gigih sekaligus sabar,”ucapnya. Beberapa proyek dari klien asing sempat digarap Ansyar selama hampir tiga tahun bergabung di scriptlance. Pria kelahiran 1978 ini juga harus pandai- pandai mengatur waktu lantaran saat itu ia juga bekerja kantoran di sebuah perusahaan multi level marketing (MLM).
Pada 2005,Ansyar mencoba mendaftar di situs outsourcing lainnya bernama Elance.com. Di kalangan para freelancer dunia maya, situs ini sangat populer lantaran menawarkan hingga lebih dari 100 proyek per hari.“Kalau di situs outsourcing sebelumnya, saya hanya dapat klien skala kecil dan eceran, di Elance saya bisa dapat klien yang besar-besar,”bebernya. Lantaran sudah memiliki portofolio karya desain yang memadai, jalan Ansyar menggaet klien di Elance lebih mulus. Ayah satu putri ini masih ingat klien pertama yang ditanganinya adalah American InterContinental University di Florida yang mengorder pembuatan brosur.
Selanjutnya order terus mengalir sampai membuat Ansyar kewalahan. “Tahun 2008 saya masih kerja di MLM dan saya juga mulai kuliah lagi di Fakultas Psikologi UI. Daripada keteteran, saya memutuskan keluar dari MLM,”ucapnya. Di sela-sela kuliah barunya, Ansyar memantapkan diri sebagai pekerja online. Ia terbiasa menggarap klien asing seperti dari Australia, Jepang, Amerika,Arab Saudi,Yunani, dan Kanada.
Dari sekitar 200 klien asing yang pernah ditangani, hanya satu klien yang pernah bertatap muka langsung. Namun,rata-rata klien paham, orang yang mengerjakan proyeknya berada ratusan,bahkan ribuan kilometer jauhnya. “Karena perbedaan waktu, saya seringkali harus bangun tengah malam untuk berkomunikasi dengan klien saya di luar negeri.Kamibiasanya berkomunikasi lewat chatting,”sebutnya. Selain perbedaan waktu, kendala utama yang kerap dihadapi adalah bahasa,terutama klien dengan aksen bahasa Inggris yang sulit dimengerti.
Ansyar menceritakan pengalamannya saat berkomunikasi dengan salah seorang klien asal Karibia. Saat itu si klien yang rupanya tidak suka chatting itu ingin berbicara langsung dengan Ansyar melalui skype. “Dia menuntut kita mesti ngerti dia bicara apa.Padahal, bahasa Inggrisnya semacam aksen Jamaika yang membingungkan. Saya jadi kesulitan menangkap maksud dan keinginan dia. Akhirnya saya buatkan beberapa alternatif desain,lalu saya tunjukkan dan suruh dia memilih. Seperti kalau kita sedang mengajari anak kecil lah. Ha ha ha,” ungkapnya seraya tergelak.
Lebih dari lima tahun bergelut dengan klien asing, Ansyar pun mulai melirik pasar lokal, terutama klien dari instansi pemerintahan. Keseriusan menekuni bisnis ini juga diwujudkan dengan mendirikan perusahaan penyedia jasa desain grafis dan pengembangan website bernama “dotugo” pada 2008. Ide penamaan “dotugo”terinspirasi dari titik (dot). Baginya, sebuah gambar dibentuk dari garis, dan garis itu sendiri terbentuk dari kumpulan titik-titik. “Titik ini saya maknai sebagai ide.Artinya, kami mulai dari titik kecil (dot) dikembangkan menjadi sebuah kenyataan besar (to go).Filosofinya, hal besar bisa berawal dari sebuah ide kecil,”paparnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2009, atas saran sang istri, Ansyar mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Di luar dugaan, ia tembus sebagai salah satu Finalis Nasional WMM 2010. Seperti finalis lainnya, sejak itu Ansyar berkesempatan ikut serta dalam ajang pameran wirausaha yang digelar Bank Mandiri.Selama setahun lebih, ia juga digembleng dengan berbagai pembinaan dan pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Bank Mandiri.
“Dari situ terbuka wawasan saya tentang cara mengelola perusahaan yang baik.Apalagi sebelumnya cara saya menjalankan bisnis ini sangat konvensional sekali,”katanya. Perkembangan lainnya adalahdalamsumberdaya manusia. Ansyar tak lagi sendirian menjalankan bisnisnya.Ia merekrut lima staf,beberapa di antaranya rekan kuliahnya.Jika order proyek membeludak,Ansyar membaginya ke providerlain.
“Sebisa mungkin dibagi supaya tidak terlalu keteteran kalau harus mengambil semuanya. Bagibagi rezeki juga lah,”ucapnya. Walaupun kerap mendapat klien asing yang otomatis membayarnya dengan dolar,Ansyar mengaku omzet perusahaannya belum menyentuh angka Rp1 miliar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah kian banyak freelancer pesaing sehingga bayaran makin rendah. Ia mencontohkan, jika pada 2005 harga pembuatan satu logo sekitar USD500,sekarang bisa anjlok hingga USD50. “Saingan terberat adalah freelancer dari India dan Pakistan.
Mereka berani dibayar murah,” sebut Ansyar. Untuk terus bertahan di tengah persaingan, lanjutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas. Selain itu, Ansyar terus menjaga hubungan baik dengan klien-kliennya misalnya rajin mengirim surat atau kartu ucapan pada momen tertentu. Ia pun tetap percaya diri bahwa kualitas dan daya saing produk desain Indonesia bisa diadu dengan produk luar.Apalagi, dukungan pemerintah terhadap industri kreatif saat ini terus menguat, bahkan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional.
“Supaya lebih terekspos lagi, kita harus membuat produk atau karya apa pun yang menunjukkan karakter sebagai orang Indonesia.Harus ada ciri khas tersendiri, dan saya sendiri juga sedang mencoba,” ungkapnya. Dari semua proyek yang pernah dikerjakan, Ansyar mengaku paling bangga dengan “Hand Book of Indonesia 2010” lantaran desainnya terkait promosi pulau Komodo yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia.
Selain itu, buku tersebut juga diedarkan ke kedutaan-kedutaan asing dan akan diluncurkan juga dalam versi e-book. inda susanti
Ansyar Hafid mengarahkan stafnya saat mengerjakan proyek dari klien. Ansyar sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online.
Bisnis besar tak harus dimulai dari kantor besar. Kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang mengendalikan segala aktivitas bisnis hanya dengan berselancar di dunia maya.
Ansyar Hafid,Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010, merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang meneguk manisnya perkembangan teknologi informasi. Bermodal satu unit komputer dan koneksi internet,pria kelahiran Polewali, Sulawesi Barat ini sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online. “Tidak butuh kantor, cuma satu ruangan saja kita sudah bisa menangani klien yang besar- besar,” ungkap Ansyar kepada SINDObelum lama ini.
Ditemui di ruang kerjanya yang hanya berukuran 4x5 meter, Ansyar menceritakan awal mula ia terjun di dunia usaha jasa desain grafis dan media digital. Saat itu, pada 2002,alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini merantau di Jakarta dan tinggal di rumah paman di kawasan Kemang,Jakarta Selatan. Suatu hari perkenalan dengan salah seorang sahabat sang paman membuka wawasan Ansyar tentang peluang bisnis online yang cukup menjanjikan.
“ Orang itu bilang,dia kerja di rumahnya sambil cari klien lewat internet. Saya jadi tertarik dan penasaran, memangnya bisa ya?” kenangnya tentang pertemuan pertama dengan orang yang telah mengubah hidupnya itu. Karena penasaran, Ansyar bolak-balik ke warung internet (warnet) untuk menggali informasi terkait peluang kerja onlinemelalui internet.Ia pun lantas mendaftar ke salah satu situs outsourcing bernama scriptlance. com. Situs milik R3N3 International Inc. itu merupakan semacam mediator antara pemilik proyek (disebut buyer) dan orang-orang yang berminat mengerjakan proyek tersebut (freelancer atau programmer).
Para freelancerumumnya orangorang yang memiliki keahlian di bidang desain dan pemprograman komputer. Proyek yang ditawarkan di situs kerja online tersebut bisa mencapai ratusan dan sangat beragam jenisnya.Antara lain membangun dan memperbaiki website, membuat aplikasi, input data, menulis, serta membuat brosur dan logo. Namun, lantaran anggotanya mencapai ribuan, para freelancer harus berkompetisi untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Demi menggaet buyer, ungkap Ansyar, para freelancer harus bisa “menjual diri”.
Caranya dengan membuat proposal yang menarik atau menampilkan portofolio yang mampu meyakinkan calon buyer terhadap kemampuan si freelancer untuk menggarap proyeknya. Selain itu, freelancer yang mau dibayar paling murah biasanya juga banyak dipilih. “Waktu itu saya baru mendapatkan klien setelah tiga bulan bergabung di scriptlance. Memang harus gigih sekaligus sabar,”ucapnya. Beberapa proyek dari klien asing sempat digarap Ansyar selama hampir tiga tahun bergabung di scriptlance. Pria kelahiran 1978 ini juga harus pandai- pandai mengatur waktu lantaran saat itu ia juga bekerja kantoran di sebuah perusahaan multi level marketing (MLM).
Pada 2005,Ansyar mencoba mendaftar di situs outsourcing lainnya bernama Elance.com. Di kalangan para freelancer dunia maya, situs ini sangat populer lantaran menawarkan hingga lebih dari 100 proyek per hari.“Kalau di situs outsourcing sebelumnya, saya hanya dapat klien skala kecil dan eceran, di Elance saya bisa dapat klien yang besar-besar,”bebernya. Lantaran sudah memiliki portofolio karya desain yang memadai, jalan Ansyar menggaet klien di Elance lebih mulus. Ayah satu putri ini masih ingat klien pertama yang ditanganinya adalah American InterContinental University di Florida yang mengorder pembuatan brosur.
Selanjutnya order terus mengalir sampai membuat Ansyar kewalahan. “Tahun 2008 saya masih kerja di MLM dan saya juga mulai kuliah lagi di Fakultas Psikologi UI. Daripada keteteran, saya memutuskan keluar dari MLM,”ucapnya. Di sela-sela kuliah barunya, Ansyar memantapkan diri sebagai pekerja online. Ia terbiasa menggarap klien asing seperti dari Australia, Jepang, Amerika,Arab Saudi,Yunani, dan Kanada.
Dari sekitar 200 klien asing yang pernah ditangani, hanya satu klien yang pernah bertatap muka langsung. Namun,rata-rata klien paham, orang yang mengerjakan proyeknya berada ratusan,bahkan ribuan kilometer jauhnya. “Karena perbedaan waktu, saya seringkali harus bangun tengah malam untuk berkomunikasi dengan klien saya di luar negeri.Kamibiasanya berkomunikasi lewat chatting,”sebutnya. Selain perbedaan waktu, kendala utama yang kerap dihadapi adalah bahasa,terutama klien dengan aksen bahasa Inggris yang sulit dimengerti.
Ansyar menceritakan pengalamannya saat berkomunikasi dengan salah seorang klien asal Karibia. Saat itu si klien yang rupanya tidak suka chatting itu ingin berbicara langsung dengan Ansyar melalui skype. “Dia menuntut kita mesti ngerti dia bicara apa.Padahal, bahasa Inggrisnya semacam aksen Jamaika yang membingungkan. Saya jadi kesulitan menangkap maksud dan keinginan dia. Akhirnya saya buatkan beberapa alternatif desain,lalu saya tunjukkan dan suruh dia memilih. Seperti kalau kita sedang mengajari anak kecil lah. Ha ha ha,” ungkapnya seraya tergelak.
Lebih dari lima tahun bergelut dengan klien asing, Ansyar pun mulai melirik pasar lokal, terutama klien dari instansi pemerintahan. Keseriusan menekuni bisnis ini juga diwujudkan dengan mendirikan perusahaan penyedia jasa desain grafis dan pengembangan website bernama “dotugo” pada 2008. Ide penamaan “dotugo”terinspirasi dari titik (dot). Baginya, sebuah gambar dibentuk dari garis, dan garis itu sendiri terbentuk dari kumpulan titik-titik. “Titik ini saya maknai sebagai ide.Artinya, kami mulai dari titik kecil (dot) dikembangkan menjadi sebuah kenyataan besar (to go).Filosofinya, hal besar bisa berawal dari sebuah ide kecil,”paparnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2009, atas saran sang istri, Ansyar mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Di luar dugaan, ia tembus sebagai salah satu Finalis Nasional WMM 2010. Seperti finalis lainnya, sejak itu Ansyar berkesempatan ikut serta dalam ajang pameran wirausaha yang digelar Bank Mandiri.Selama setahun lebih, ia juga digembleng dengan berbagai pembinaan dan pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Bank Mandiri.
“Dari situ terbuka wawasan saya tentang cara mengelola perusahaan yang baik.Apalagi sebelumnya cara saya menjalankan bisnis ini sangat konvensional sekali,”katanya. Perkembangan lainnya adalahdalamsumberdaya manusia. Ansyar tak lagi sendirian menjalankan bisnisnya.Ia merekrut lima staf,beberapa di antaranya rekan kuliahnya.Jika order proyek membeludak,Ansyar membaginya ke providerlain.
“Sebisa mungkin dibagi supaya tidak terlalu keteteran kalau harus mengambil semuanya. Bagibagi rezeki juga lah,”ucapnya. Walaupun kerap mendapat klien asing yang otomatis membayarnya dengan dolar,Ansyar mengaku omzet perusahaannya belum menyentuh angka Rp1 miliar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah kian banyak freelancer pesaing sehingga bayaran makin rendah. Ia mencontohkan, jika pada 2005 harga pembuatan satu logo sekitar USD500,sekarang bisa anjlok hingga USD50. “Saingan terberat adalah freelancer dari India dan Pakistan.
Mereka berani dibayar murah,” sebut Ansyar. Untuk terus bertahan di tengah persaingan, lanjutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas. Selain itu, Ansyar terus menjaga hubungan baik dengan klien-kliennya misalnya rajin mengirim surat atau kartu ucapan pada momen tertentu. Ia pun tetap percaya diri bahwa kualitas dan daya saing produk desain Indonesia bisa diadu dengan produk luar.Apalagi, dukungan pemerintah terhadap industri kreatif saat ini terus menguat, bahkan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional.
“Supaya lebih terekspos lagi, kita harus membuat produk atau karya apa pun yang menunjukkan karakter sebagai orang Indonesia.Harus ada ciri khas tersendiri, dan saya sendiri juga sedang mencoba,” ungkapnya. Dari semua proyek yang pernah dikerjakan, Ansyar mengaku paling bangga dengan “Hand Book of Indonesia 2010” lantaran desainnya terkait promosi pulau Komodo yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia.
Selain itu, buku tersebut juga diedarkan ke kedutaan-kedutaan asing dan akan diluncurkan juga dalam versi e-book. inda susanti
Bisnis besar tak harus dimulai dari kantor besar. Kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang mengendalikan segala aktivitas bisnis hanya dengan berselancar di dunia maya.
Ansyar Hafid,Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010, merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang meneguk manisnya perkembangan teknologi informasi. Bermodal satu unit komputer dan koneksi internet,pria kelahiran Polewali, Sulawesi Barat ini sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online. “Tidak butuh kantor, cuma satu ruangan saja kita sudah bisa menangani klien yang besar- besar,” ungkap Ansyar kepada SINDObelum lama ini.
Ditemui di ruang kerjanya yang hanya berukuran 4x5 meter, Ansyar menceritakan awal mula ia terjun di dunia usaha jasa desain grafis dan media digital. Saat itu, pada 2002,alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini merantau di Jakarta dan tinggal di rumah paman di kawasan Kemang,Jakarta Selatan. Suatu hari perkenalan dengan salah seorang sahabat sang paman membuka wawasan Ansyar tentang peluang bisnis online yang cukup menjanjikan.
“ Orang itu bilang,dia kerja di rumahnya sambil cari klien lewat internet. Saya jadi tertarik dan penasaran, memangnya bisa ya?” kenangnya tentang pertemuan pertama dengan orang yang telah mengubah hidupnya itu. Karena penasaran, Ansyar bolak-balik ke warung internet (warnet) untuk menggali informasi terkait peluang kerja onlinemelalui internet.Ia pun lantas mendaftar ke salah satu situs outsourcing bernama scriptlance. com. Situs milik R3N3 International Inc. itu merupakan semacam mediator antara pemilik proyek (disebut buyer) dan orang-orang yang berminat mengerjakan proyek tersebut (freelancer atau programmer).
Para freelancerumumnya orangorang yang memiliki keahlian di bidang desain dan pemprograman komputer. Proyek yang ditawarkan di situs kerja online tersebut bisa mencapai ratusan dan sangat beragam jenisnya.Antara lain membangun dan memperbaiki website, membuat aplikasi, input data, menulis, serta membuat brosur dan logo. Namun, lantaran anggotanya mencapai ribuan, para freelancer harus berkompetisi untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Demi menggaet buyer, ungkap Ansyar, para freelancer harus bisa “menjual diri”.
Caranya dengan membuat proposal yang menarik atau menampilkan portofolio yang mampu meyakinkan calon buyer terhadap kemampuan si freelancer untuk menggarap proyeknya. Selain itu, freelancer yang mau dibayar paling murah biasanya juga banyak dipilih. “Waktu itu saya baru mendapatkan klien setelah tiga bulan bergabung di scriptlance. Memang harus gigih sekaligus sabar,”ucapnya. Beberapa proyek dari klien asing sempat digarap Ansyar selama hampir tiga tahun bergabung di scriptlance. Pria kelahiran 1978 ini juga harus pandai- pandai mengatur waktu lantaran saat itu ia juga bekerja kantoran di sebuah perusahaan multi level marketing (MLM).
Pada 2005,Ansyar mencoba mendaftar di situs outsourcing lainnya bernama Elance.com. Di kalangan para freelancer dunia maya, situs ini sangat populer lantaran menawarkan hingga lebih dari 100 proyek per hari.“Kalau di situs outsourcing sebelumnya, saya hanya dapat klien skala kecil dan eceran, di Elance saya bisa dapat klien yang besar-besar,”bebernya. Lantaran sudah memiliki portofolio karya desain yang memadai, jalan Ansyar menggaet klien di Elance lebih mulus. Ayah satu putri ini masih ingat klien pertama yang ditanganinya adalah American InterContinental University di Florida yang mengorder pembuatan brosur.
Selanjutnya order terus mengalir sampai membuat Ansyar kewalahan. “Tahun 2008 saya masih kerja di MLM dan saya juga mulai kuliah lagi di Fakultas Psikologi UI. Daripada keteteran, saya memutuskan keluar dari MLM,”ucapnya. Di sela-sela kuliah barunya, Ansyar memantapkan diri sebagai pekerja online. Ia terbiasa menggarap klien asing seperti dari Australia, Jepang, Amerika,Arab Saudi,Yunani, dan Kanada.
Dari sekitar 200 klien asing yang pernah ditangani, hanya satu klien yang pernah bertatap muka langsung. Namun,rata-rata klien paham, orang yang mengerjakan proyeknya berada ratusan,bahkan ribuan kilometer jauhnya. “Karena perbedaan waktu, saya seringkali harus bangun tengah malam untuk berkomunikasi dengan klien saya di luar negeri.Kamibiasanya berkomunikasi lewat chatting,”sebutnya. Selain perbedaan waktu, kendala utama yang kerap dihadapi adalah bahasa,terutama klien dengan aksen bahasa Inggris yang sulit dimengerti.
Ansyar menceritakan pengalamannya saat berkomunikasi dengan salah seorang klien asal Karibia. Saat itu si klien yang rupanya tidak suka chatting itu ingin berbicara langsung dengan Ansyar melalui skype. “Dia menuntut kita mesti ngerti dia bicara apa.Padahal, bahasa Inggrisnya semacam aksen Jamaika yang membingungkan. Saya jadi kesulitan menangkap maksud dan keinginan dia. Akhirnya saya buatkan beberapa alternatif desain,lalu saya tunjukkan dan suruh dia memilih. Seperti kalau kita sedang mengajari anak kecil lah. Ha ha ha,” ungkapnya seraya tergelak.
Lebih dari lima tahun bergelut dengan klien asing, Ansyar pun mulai melirik pasar lokal, terutama klien dari instansi pemerintahan. Keseriusan menekuni bisnis ini juga diwujudkan dengan mendirikan perusahaan penyedia jasa desain grafis dan pengembangan website bernama “dotugo” pada 2008. Ide penamaan “dotugo”terinspirasi dari titik (dot). Baginya, sebuah gambar dibentuk dari garis, dan garis itu sendiri terbentuk dari kumpulan titik-titik. “Titik ini saya maknai sebagai ide.Artinya, kami mulai dari titik kecil (dot) dikembangkan menjadi sebuah kenyataan besar (to go).Filosofinya, hal besar bisa berawal dari sebuah ide kecil,”paparnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2009, atas saran sang istri, Ansyar mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Di luar dugaan, ia tembus sebagai salah satu Finalis Nasional WMM 2010. Seperti finalis lainnya, sejak itu Ansyar berkesempatan ikut serta dalam ajang pameran wirausaha yang digelar Bank Mandiri.Selama setahun lebih, ia juga digembleng dengan berbagai pembinaan dan pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Bank Mandiri.
“Dari situ terbuka wawasan saya tentang cara mengelola perusahaan yang baik.Apalagi sebelumnya cara saya menjalankan bisnis ini sangat konvensional sekali,”katanya. Perkembangan lainnya adalahdalamsumberdaya manusia. Ansyar tak lagi sendirian menjalankan bisnisnya.Ia merekrut lima staf,beberapa di antaranya rekan kuliahnya.Jika order proyek membeludak,Ansyar membaginya ke providerlain.
“Sebisa mungkin dibagi supaya tidak terlalu keteteran kalau harus mengambil semuanya. Bagibagi rezeki juga lah,”ucapnya. Walaupun kerap mendapat klien asing yang otomatis membayarnya dengan dolar,Ansyar mengaku omzet perusahaannya belum menyentuh angka Rp1 miliar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah kian banyak freelancer pesaing sehingga bayaran makin rendah. Ia mencontohkan, jika pada 2005 harga pembuatan satu logo sekitar USD500,sekarang bisa anjlok hingga USD50. “Saingan terberat adalah freelancer dari India dan Pakistan.
Mereka berani dibayar murah,” sebut Ansyar. Untuk terus bertahan di tengah persaingan, lanjutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas. Selain itu, Ansyar terus menjaga hubungan baik dengan klien-kliennya misalnya rajin mengirim surat atau kartu ucapan pada momen tertentu. Ia pun tetap percaya diri bahwa kualitas dan daya saing produk desain Indonesia bisa diadu dengan produk luar.Apalagi, dukungan pemerintah terhadap industri kreatif saat ini terus menguat, bahkan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional.
“Supaya lebih terekspos lagi, kita harus membuat produk atau karya apa pun yang menunjukkan karakter sebagai orang Indonesia.Harus ada ciri khas tersendiri, dan saya sendiri juga sedang mencoba,” ungkapnya. Dari semua proyek yang pernah dikerjakan, Ansyar mengaku paling bangga dengan “Hand Book of Indonesia 2010” lantaran desainnya terkait promosi pulau Komodo yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia.
Selain itu, buku tersebut juga diedarkan ke kedutaan-kedutaan asing dan akan diluncurkan juga dalam versi e-book. inda susanti
Ansyar Hafid mengarahkan stafnya saat mengerjakan proyek dari klien. Ansyar sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online.
Bisnis besar tak harus dimulai dari kantor besar. Kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang mengendalikan segala aktivitas bisnis hanya dengan berselancar di dunia maya.
Ansyar Hafid,Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010, merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang meneguk manisnya perkembangan teknologi informasi. Bermodal satu unit komputer dan koneksi internet,pria kelahiran Polewali, Sulawesi Barat ini sukses berjualan jasa kepada ratusan klien asing secara online. “Tidak butuh kantor, cuma satu ruangan saja kita sudah bisa menangani klien yang besar- besar,” ungkap Ansyar kepada SINDObelum lama ini.
Ditemui di ruang kerjanya yang hanya berukuran 4x5 meter, Ansyar menceritakan awal mula ia terjun di dunia usaha jasa desain grafis dan media digital. Saat itu, pada 2002,alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini merantau di Jakarta dan tinggal di rumah paman di kawasan Kemang,Jakarta Selatan. Suatu hari perkenalan dengan salah seorang sahabat sang paman membuka wawasan Ansyar tentang peluang bisnis online yang cukup menjanjikan.
“ Orang itu bilang,dia kerja di rumahnya sambil cari klien lewat internet. Saya jadi tertarik dan penasaran, memangnya bisa ya?” kenangnya tentang pertemuan pertama dengan orang yang telah mengubah hidupnya itu. Karena penasaran, Ansyar bolak-balik ke warung internet (warnet) untuk menggali informasi terkait peluang kerja onlinemelalui internet.Ia pun lantas mendaftar ke salah satu situs outsourcing bernama scriptlance. com. Situs milik R3N3 International Inc. itu merupakan semacam mediator antara pemilik proyek (disebut buyer) dan orang-orang yang berminat mengerjakan proyek tersebut (freelancer atau programmer).
Para freelancerumumnya orangorang yang memiliki keahlian di bidang desain dan pemprograman komputer. Proyek yang ditawarkan di situs kerja online tersebut bisa mencapai ratusan dan sangat beragam jenisnya.Antara lain membangun dan memperbaiki website, membuat aplikasi, input data, menulis, serta membuat brosur dan logo. Namun, lantaran anggotanya mencapai ribuan, para freelancer harus berkompetisi untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Demi menggaet buyer, ungkap Ansyar, para freelancer harus bisa “menjual diri”.
Caranya dengan membuat proposal yang menarik atau menampilkan portofolio yang mampu meyakinkan calon buyer terhadap kemampuan si freelancer untuk menggarap proyeknya. Selain itu, freelancer yang mau dibayar paling murah biasanya juga banyak dipilih. “Waktu itu saya baru mendapatkan klien setelah tiga bulan bergabung di scriptlance. Memang harus gigih sekaligus sabar,”ucapnya. Beberapa proyek dari klien asing sempat digarap Ansyar selama hampir tiga tahun bergabung di scriptlance. Pria kelahiran 1978 ini juga harus pandai- pandai mengatur waktu lantaran saat itu ia juga bekerja kantoran di sebuah perusahaan multi level marketing (MLM).
Pada 2005,Ansyar mencoba mendaftar di situs outsourcing lainnya bernama Elance.com. Di kalangan para freelancer dunia maya, situs ini sangat populer lantaran menawarkan hingga lebih dari 100 proyek per hari.“Kalau di situs outsourcing sebelumnya, saya hanya dapat klien skala kecil dan eceran, di Elance saya bisa dapat klien yang besar-besar,”bebernya. Lantaran sudah memiliki portofolio karya desain yang memadai, jalan Ansyar menggaet klien di Elance lebih mulus. Ayah satu putri ini masih ingat klien pertama yang ditanganinya adalah American InterContinental University di Florida yang mengorder pembuatan brosur.
Selanjutnya order terus mengalir sampai membuat Ansyar kewalahan. “Tahun 2008 saya masih kerja di MLM dan saya juga mulai kuliah lagi di Fakultas Psikologi UI. Daripada keteteran, saya memutuskan keluar dari MLM,”ucapnya. Di sela-sela kuliah barunya, Ansyar memantapkan diri sebagai pekerja online. Ia terbiasa menggarap klien asing seperti dari Australia, Jepang, Amerika,Arab Saudi,Yunani, dan Kanada.
Dari sekitar 200 klien asing yang pernah ditangani, hanya satu klien yang pernah bertatap muka langsung. Namun,rata-rata klien paham, orang yang mengerjakan proyeknya berada ratusan,bahkan ribuan kilometer jauhnya. “Karena perbedaan waktu, saya seringkali harus bangun tengah malam untuk berkomunikasi dengan klien saya di luar negeri.Kamibiasanya berkomunikasi lewat chatting,”sebutnya. Selain perbedaan waktu, kendala utama yang kerap dihadapi adalah bahasa,terutama klien dengan aksen bahasa Inggris yang sulit dimengerti.
Ansyar menceritakan pengalamannya saat berkomunikasi dengan salah seorang klien asal Karibia. Saat itu si klien yang rupanya tidak suka chatting itu ingin berbicara langsung dengan Ansyar melalui skype. “Dia menuntut kita mesti ngerti dia bicara apa.Padahal, bahasa Inggrisnya semacam aksen Jamaika yang membingungkan. Saya jadi kesulitan menangkap maksud dan keinginan dia. Akhirnya saya buatkan beberapa alternatif desain,lalu saya tunjukkan dan suruh dia memilih. Seperti kalau kita sedang mengajari anak kecil lah. Ha ha ha,” ungkapnya seraya tergelak.
Lebih dari lima tahun bergelut dengan klien asing, Ansyar pun mulai melirik pasar lokal, terutama klien dari instansi pemerintahan. Keseriusan menekuni bisnis ini juga diwujudkan dengan mendirikan perusahaan penyedia jasa desain grafis dan pengembangan website bernama “dotugo” pada 2008. Ide penamaan “dotugo”terinspirasi dari titik (dot). Baginya, sebuah gambar dibentuk dari garis, dan garis itu sendiri terbentuk dari kumpulan titik-titik. “Titik ini saya maknai sebagai ide.Artinya, kami mulai dari titik kecil (dot) dikembangkan menjadi sebuah kenyataan besar (to go).Filosofinya, hal besar bisa berawal dari sebuah ide kecil,”paparnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2009, atas saran sang istri, Ansyar mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Di luar dugaan, ia tembus sebagai salah satu Finalis Nasional WMM 2010. Seperti finalis lainnya, sejak itu Ansyar berkesempatan ikut serta dalam ajang pameran wirausaha yang digelar Bank Mandiri.Selama setahun lebih, ia juga digembleng dengan berbagai pembinaan dan pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Bank Mandiri.
“Dari situ terbuka wawasan saya tentang cara mengelola perusahaan yang baik.Apalagi sebelumnya cara saya menjalankan bisnis ini sangat konvensional sekali,”katanya. Perkembangan lainnya adalahdalamsumberdaya manusia. Ansyar tak lagi sendirian menjalankan bisnisnya.Ia merekrut lima staf,beberapa di antaranya rekan kuliahnya.Jika order proyek membeludak,Ansyar membaginya ke providerlain.
“Sebisa mungkin dibagi supaya tidak terlalu keteteran kalau harus mengambil semuanya. Bagibagi rezeki juga lah,”ucapnya. Walaupun kerap mendapat klien asing yang otomatis membayarnya dengan dolar,Ansyar mengaku omzet perusahaannya belum menyentuh angka Rp1 miliar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah kian banyak freelancer pesaing sehingga bayaran makin rendah. Ia mencontohkan, jika pada 2005 harga pembuatan satu logo sekitar USD500,sekarang bisa anjlok hingga USD50. “Saingan terberat adalah freelancer dari India dan Pakistan.
Mereka berani dibayar murah,” sebut Ansyar. Untuk terus bertahan di tengah persaingan, lanjutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas. Selain itu, Ansyar terus menjaga hubungan baik dengan klien-kliennya misalnya rajin mengirim surat atau kartu ucapan pada momen tertentu. Ia pun tetap percaya diri bahwa kualitas dan daya saing produk desain Indonesia bisa diadu dengan produk luar.Apalagi, dukungan pemerintah terhadap industri kreatif saat ini terus menguat, bahkan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional.
“Supaya lebih terekspos lagi, kita harus membuat produk atau karya apa pun yang menunjukkan karakter sebagai orang Indonesia.Harus ada ciri khas tersendiri, dan saya sendiri juga sedang mencoba,” ungkapnya. Dari semua proyek yang pernah dikerjakan, Ansyar mengaku paling bangga dengan “Hand Book of Indonesia 2010” lantaran desainnya terkait promosi pulau Komodo yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia.
Selain itu, buku tersebut juga diedarkan ke kedutaan-kedutaan asing dan akan diluncurkan juga dalam versi e-book.
No comments:
Post a Comment